Terpesona pada Alam dan Budaya Bangkep, Dua Doktor dari Kampus Besar Usulkan ini Ke Pemda

CAPT : Dr. Didi Mochamad Indrawan, peneliti dari Pusat Riset Perubahan Iklim Universitas Indonesia saat berdiskusi dengan salah seorang warga saat melakukan riset aksi di Kokolomboi. [FOTO : ISTIMEWA]

SALAKAN POST, SALAKAN – Kabupaten Banggai Kepulauan (Bangkep) dengan segala ekostisitas alam dan budayanya terus menebarkan pesona, bukan saja bagi wisatawan, melainkan juga bagi para peneliti.

Luar biasanya, 6 Peneliti dengan disiplin ilmu berbeda yang datang awal Februari 2023 lalu, merupakan perwakilan dari beberapa kampus ternama di Indonesa. Bahkan, 1 di antaranya merupakan utusan kampus besar di Eropa.

Bacaan Lainnya

Keenam peneliti tersebut yakni berasal dari Universitas Indonesia, Universitas Trisakti, Universitas Hassanuddin, Universitas Amikom Yogyakarta dan satu lagi dari Utrecht University (Belanda).

Kedatangan ke enam peneliti tersebut dalam rangka melakukan riset aksi di beberapa lokasi, mulai dari Taman kehati Kokolomboi, Lalengan, Batong, Meselesek, dan Komba-komba

Dr. Didi Mochamad Indrawan, peneliti dari Pusat Riset Perubahan Iklim Universitas Indonesia mengapresiasi semangat masyarakat. Menurutnya, sejak timnya bekerja sama pada 2004 lalu, kini Taman Kehati yang dikelola masyarakat kian bertumbuh di kawasan Taman Kehati Kokolomboi.

Meski begitu, peneliti yang telah menjadikan Bangkep sebagai kampung keduanya itu juga tak bisa menyembunyikan keprihatinannya atas ketiadaan generasi yang peduli dengan kearifan lokal.

“Kekhawatiran saya, masyarakat di sana kehabisan generasi yang memiliki perhatian serius terhadap kelestaraian alam dan budaya Bangkep. Hal itu penting dipikirkan, mengingat tidak semua generasi di sana peduli dengan pelestarian,” beber Dr. Didi kepada media ini, via pertemuan virtual, Sabtu (11/2).

Sebagai peneliti yang telah lama bekerja sama dengan masyarakat setempat, Dr. Didi mengaku sangat menginginkan kearifan lokal di tempat itu terwariskan ke setiap generasi secara terus-menerus.

Karena itu, menurut dia, harus ada upaya untuk mempertahankan kearifan lokal melalui beragam sisi, termasuk menciptakan materi muatan lokal yang bisa dijadikan bahan ajar di sekolah-sekolah.

Kemudian, dari sisi hukum, Dr. Didi mengatakan, masyarakat yang memiliki hukum adatnya sendiri perlu mendapatkan legalitas dari Pemerintah Dareah, berupa pengesahan peraturan daerah mengenai masyarakat hukum adat.

Sementara, Dr. Annisa Triyanti, asisten professor di Universitas Utrecht Belanda, yang terlibat dalam Riset Aksi itu mengakui kekagumannya atas pemanfaatan kearifan lokal terhadap upaya pelestarian Taman Kehati Kokolomboi.

Dr. Annisa Triyanti sedang berdiskusi dengan warga setempat (Kawasan Taman Kehati Kokolomboi) saat melakukan riset aksi

“Saya sudah banyak melakukan penelitian berkaitan dengan konservasi sumber daya alam, mulai dari dalam hingga luar negeri, tapi Taman Kehati di Bangkep saya akui sangat unik, karena pengelolaannya yang memanfaatkan kearifan lokal,” kata Dr. Annisa

Kebudayaan masyarakat di sekitar kawasan konservasi Kokolomboi, dinilainya masih sangat kental. Karena itu tidak mudah bagi budaya dari luar mempengaruhinya. Salah satu alasan pentingnya menurut dia adalah lokasi Kokolomboi belum cukup terbuka untuk diakses publik dan jauh dari Kota.

Meski begitu, Dr. Annisa mengatakan, pengelolaan Taman Kehati di Bangkep, tidak bisa dipisahkan dengan pengetahuan yang dibawa para peneliti dengan latar belakang disiplin ilmu yang berbeda.

“Cuma, yang terpenting adalah bagaimana mengantisipasi adanya unsur-unsur politik kepentingan yang masuk, yang bisa menciptkan perbedaan kepentingan bagi berbagai komunitas yang ada di sana,” jelas dia.

Olehnya itu, menurut dia, tingkat kesejahteraan masyarakat di sekitar kawasan konservasi Kokolomboi perlu diperhatikan. Sebab, kesejahteraan akan membantu melepaskan mereka dari tawaran-tawaran politik kepentingan.

Terpisah, Ir. Kondrad D Galala MM, staf ahli Bupati Kabupaten Bangkep memberikan tanggapan positif atas kehadiran beberapa peneliti yang telah melakukan riset aksi.

Menurut Kondrad, kehadiran tim peneliti yang tergabung dari berbagai universitas, baik dalam mau pun luar negeri, di Kabupaten Bangkep sangat patut diapresiasi.

Paling tidak, jelas dia, hal itu menjadi bukti nyata bahwa potensi keanekaragaman hayati yang ada di pulau ini bukan rahasia lagi, melainkan sudah terekspose sampai ke level internasional.

Ir Kondrad menghendaki agar momentum tersebut dipertahankan sebagai upaya untuk mengantisipasi menguatnya kepentingan pribadi dan kelompok, yang kemudian bisa merusak ekosistem, baik sosial maupun kondisi lingkungan yang selama ini telah terjaga dengan baik.

“Diharapkan juga adanya aksi peningkatan perlindungan oleh Pemerintah Daerah bersama dengan masyarakat pelaku peduli lingkungan,” ungkapnya.

Eks Kepala Dinas Komunikasi dan Infromasi (Diskominfo) Bangkep  itu juga menaruh harapan kepada para insan media untuk senantiasa mempublikasi potensi SDA yang masih asri.

“Peran jurnalis dan media sangat penting untuk mempublikasikan potensi SDA yg masih asri dan ternyata dijaga keberlangsungannya oleh kearifan lokal masyarakat setempat”, pungkas beliau. (Rif)

Pos terkait