Rehab Ringan Jembatan Titian Desa Kalumbatan, Harus Menunggu Anggaran Besar?

CAPT : Salah Satu Titik Kerusakan Jembatan Titian di Dusun 10 Desa Kalumbatan, Kecamatan Totikum Selatan [FOTO : RIFAN/SALAKAN POST]

SALAKAN POST, SALAKAN – Pemerintah Desa Kalumbatan Kecamatan Totikum Selatan berencana melakukan rehabilitasi jembatan titian dengan menunggu pencairan APBDes Perubahan tahun 2024.

Rencana itu sebagaimana diungkapkan Kepala Desa, Roni P. Muhammad kepada media ini via pesan whatsapp, Kamis pekan lalu.

Bacaan Lainnya

Padahal APBDes Perubahan tahun 2024 belum mendapat kepastian kapan akan dicairkan. Sementara kebutuhan warga untuk perbaikan kerusakan jembatan titian di sejumlah titik bersifat sangat mendesak.

Kondisi itu seolah memaksa warga untuk terus bersabar menunggu hingga APBDes Perubahan berjalan, meski kerusakan jembatan tersebut sudah berlangsung lama.

Di sejumlah titik, kerusakan jembatan itu relatif tidak membutuhkan biaya besar untuk rehabilitasi ringan, hitungannya tidak mencapai nilai Rp 500.000, bahkan ditaksir bisa lebih rendah dari itu.

Warga di dusun 10 dan 9 mengaku bersedia mengerjakan perbaikan sementara kerusakan jembatan, jika pemerintah desa setempat merasa biaya sewa tukang tidak tersedia.

Karena jembatan itu bagi warga di dusun 10 sampai dusun 9 sangat penting, sebagai akses cepat dalam melakukan berbagai aktifitas ekonomi, utamanya jika mau ke pasar.

Sayang, kesiapan warga dan kebutuhan mendesak warga tidak mendapat perhatian serius dari pemerintah desa, sehingga kerusakan tersebut terkesan dibiarkan hingga mengakibatkan banyak korban jatuh.

Hal itu lantas menuai pertanyaan mengenai alasan pemerintah desa yang tidak mengalokasikan Belanja Tidak Terduga (BTT) sebagai dana taktis untuk mengantispasi kerusakan ringan sarana infrastruktur dasar.

Lalu, mengapa harus menunggu anggaran besar dari APBDes Perubahan hanya untuk melakukan rehabilitasi ringan di sejumlah titik.

Padahal BTT merupakan salah satu jenis belanja yang sangat penting diadakan mengingat banyak kebutuhan mendesak warga, seperti perbaikan jembatan yang harus mendapat pelayanan dari pemerintah desa.

BTT merupakan salah satu jenis belanja yang diamanahkan pemerintah pusat melalui Permendagri Nomor 113 tahun 2014, pasal 13. Namun hal itu tidak menjadi perhatian serius pemerintah desa setempat.

Tidak disediakannya BTT kemudian berakibat pada semakin tingginya tingkat kerusakan jembatan, dikarenakan tidak sumber pembiayaan lain untuk perbaikan. Sehingga tingkat kerusakan itu secara otomatis akan membutuhkan beban biaya yang semakin besar pula untuk rehabilitasi.

Keseriusan pemerintah desa setempat dalam memastikan pelayanan maksimal kepada masyarakat, terutama pembangunan infrastruktur memadai, pun layak dipertanyakan.

Karena sejauh ini, selain menggunakan anggaran besar, pemerintah desa terkesan cenderung apatis dengan kerusakan jembatan yang menjadi penopang roda perekonomian masyarakat.

Padahal, pembangunan infrastruktur yang memadai menjadi salah satu arah kebijakan prioritas penggunaan dana desa yang wajib dialokasikan (Rif)

Pos terkait