Merah Putih Tak Dikibarkan di Rumah Mak Iti’

CAPT : Kondisi rumah yang ditinggali Resla alias Ma’ Iti’ bersama keenam anaknya [FOTO : RIFAN/SALAKAN POST]

SALAKAN POST, SALAKAN – Merah putih berkibar hebat di depan setiap rumah dari berapa hari sebelumnya. Kebahagiaan berlimpah ruah di Jalanan Kota Salakan, sehari menjelang Momentum ulang tahun Kemerdekaan.

Sayangnya, kebahagiaan yang dirasakan hampir semua warga itu, tak sepenuhnya dinikmati, Resla  alias Mak Iti’ di Tanjung Desa Bongganan Kecamatan Tinangkung

Mak Iti’ pun tak sempat lagi mengibarkan merah putih sejak kemarin. Bukan sengaja, melainkan peran ganda yang ia lakoni di tengah himpitan ekonomi, memaksanya abai dengan pengibaran bendera.  

Selain memainkan peran ibu, wanita yang ditinggalkan mendiang suami pada 2022 itu, setiap hari harus menggantikan peran ayah untuk menghidupi dan memenuhi kebutuhan keenam anaknya.

Asap mengepul dari dapur berdinding sarung bekas, Kamis Siang (17/08) itu. Di dalamnya, Mak Iti’ sedang memasak bubur di atas tungku untuk si bayi tak bercelana yang tampak menangis kelaparan di pintu rumah.

“Memasak bubur untuk kasih makan anak yang kecil,” kata wanita yang sesekali terlihat mengipas api di tungku agar tetap menyala.

Atap yang bocor, dinding yang tak lagi utuh menutup badan rumah, dan badan rumah yang sudah hampir roboh karena kerusakan tiang penyangga, itu semua teramat jujur menggambarkan getirnya perjuangan hidup yang dialami wanita berusia 36 tahun itu.

Rumah peninggalan mendiang suaminya itu, sungguh benar-benar jauh dari kata layak.

Untuk menghidupi ke enam anaknya, wanita kelahiran Ambelang tahun 1987 itu mengaku rela bekerja apa pun selagi masih halal.

“Saya sembarang saja, kalau ada yang panggil mencuci pakaian atau merapikan rumah, saya mau, yang penting masih halal. Biasa juga ada yang suruh mengambil kerang-kerangan di laut,” tuturnya.

Suaranya terdengar sayu, saat bercerita tentang dirinya tak pernah lagi tersentuh bantuan apa pun, setelah bantuan terakhir saat suaminya meninggal.

Seliter beras pun bantuan, cerita dia, tak pernah singgah di rumah. Namun keadaan itu tak membuat semangat meleleh untuk melanjutkan hidup.

Jika dalam waktu hampir setahun, bantuan untuk perbaikan, Ma Iti’ harus pasrah kehilangan tempat tinggal. Karena tiang penyangga hampir dapat dipastikan rumah yang ditinggalinya bakal roboh. (Rif)

Pos terkait