Anak Dusun Mele Bukan Anak Tiri di Negeri Sendiri

CAPT : Anak-anak Dusun Mele, Desa Binuntuli Kecamatan Liang Kabupaten Banggai Kepulauan saat akan berangkat ke sekolah yang ada di desa Induk harus menumpangi perahu. [FOTO : ISTIMEWA]

SALAKAN POST, SALAKAN  – Betapa hebat Anak didik di Dusun Mele, Desa Binuntuli Kecamatan Liang. Anak-anak di dusun itu sepereti diberkahi spirit melanjutkan tradisi bahari nenek moyang. Sebab, sejak kelas 2 Sekolah Dasar sudah mulai mahir mengemudikan perahu dan berenang.

Pemerintah Kabupaten Banggai Kepulauan wajib bangga memiliki generasi seperti anak-anak Dusun Mele. Karena Keterbatasan fasilitas belajar, tak jadi alasan untuk bermalas-malasan sekolah. Malah, membuat mereka lebih unggul dari sisi budaya.

Bacaan Lainnya

Hanya di Dusun Mele, ya hanya di dusun itu anak-anak berangkat sekolah mengemudikan perahu sendiri ke Desa Induk. Orang tua siswa di sana memiliki kewajiban tambahan di luar kebijakan sekolah, yakni bertanggung jawab mengadakan perahu. Jika ingin anak-anaknya bisa lanjut sekolah.

“Jadi, kalau  anak-anak kita sudah masuk usia sekolah, sudah harus belajar berenang dan membawa perahu. Karena walaupun waktu tempuhnya hanya sekira 20 menit, di laut itu ada yang kedalamannya sampai 12 Meter,” kata Sekretaris Desa Binuntuli Joni Ludani yang juga warga Mele.

Biasanya, tutur Joni, saat musim hujan Bulan Juni, anak-anak terpaksa mengemas seragam sekolahnya di dalam kantong plastik terlebih dahulu. “Nanti ketika sudah sampai di sekolah baru dipakai. Gonta-ganti buku karena kena air laut, hampir setiap minggu dilakukan,”. ceritanya.

Potret itu telah dimulai sejak kurikulum CBSA hingga Merdeka Belajar sekarang. Padahal gedung sekolah di Dusun itu, sudah ada sejak 2010 kata Sekretaris Desa, Joni. Sumber dananya, sebut dia, dari Pemerintah Propinsi Sulawesi Tengah.

Warga awalnya sangat merasa puas dengan bangunan sekolah itu.Tapi perasaan puas itu berlangsug singkat. Betapa tidak, sejak dibangun hingga kini, bangunan itu dibiarkan saja kosong, tanpa bangku meja, papan tulis, dan tanpa guru.

Hingga kini pun, pemerintah daerah belum memaparkan alasan mengenai belum dimanfaatkannya bangunan sekolah itu. Gelagat tentang upaya pemanfaatan gedung sekolah tersebut pun belum ditunjukkan.

Pemerintah Desa dan Pihak Sekolah, kata Joni, bukan tak peduli dengan kondisi memilukan ini. Tapi komunikasinya selalu kandas di ruangan Musrembang, di Perangkat Daerah, dan di legislatif.

Joni memiliki keyakinan yang masih begitu kuat bahwa anak-anak Mele bukan anak tiri di negeri sendiri. Sehingga, dia masih terus berharap bentuan dari pemerintah daerah.

Joni menceritakan bahwa dirinya pernah ke Dinas Perhubungan untuk memohon bantuan perbaikan jembatan di depan pemukiman. Ia pun sudah pernah bicara ke Ketua DPRD sekarang, sambung dia, Kepala Sekolah Pernah ke Dinas Perikanan memohon bantuan perahu fiber. Tapi semua hasilnya, Nol Besar.

“Kita mau kerja pakai dana desa jembatan itu, tapi karena statusnya masih kepemilikan Pemda, sehingga kita tidak bisa intervensi. Kalau memang perbaikan jembatan dan pengadaan perahu tidak direalisasi, maka mohonlah sekolah diaktifkan ,” jelas Joni.

Sebagai orang tua, Joni mengaku tak tega menyaksikan penderitaan panjang anak cucunya, yang entah sampai kapan akan berakhir.  

“Kalau memang sekolah itu tidak akan difungsikan lagi, mohon jembatan di Binuntuli itu diperbaiki. Anak-anak kita melewati jembatan itu. Terus, kalau bisa ditambah panjangnya, supaya saat surut, anak-anak kita tidak jalan di lumpur, sebelum sampai ke jembatan,” tutup dia. (Rif)

Pos terkait